DPRD Asahan Rapat Dengar Pendapat Atas Kisruhnya Sengketa Lahan 420 H Antara Pengusaha Dan Kelompok Tani Di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

DPRD Asahan Rapat Dengar Pendapat Atas Kisruhnya Sengketa Lahan 420 H Antara Pengusaha Dan Kelompok Tani Di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan
DPRD Asahan Rapat Dengar Pendapat Atas Kisruhnya Sengketa Lahan 420 H Antara Pengusaha Dan Kelompok Tani Di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan
KISARAN, METRO NUSANTARA NEWS - Kurun Waktu 2 tahun kebelakang kisruh kelompok Tani Saudara berdomisili di Desa Gotting Sidodadi dengan pengusaha yang diidentifikasi bernama Hadi Ismanto belum menemukan titik terang, Rabu (20/07/2022) Sehingga DPRD ASAHAN melalui Komisi A dipimpin H Syaddat Harahap (fraksi PAN) yang didampingi anggota Dewan Nurhayati (fraksi Gerindra) , Purnama (fraksi PDIP) dan Jansen Hutasoit (fraksi PDIP) memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) diselenggarakan di ruang rapat Komisi A Kantor DPRD Asahan jalan A Yani Kisaran. Dalam keterengannya Pimpinan sidang menjelaskan bahwa sebelum RDP ini dimulai pimipinan sidang sebelumnya melayangkan surat untuk RDP hari ini kepada masing masing yang bertikai dalam sengketa lahan dan juga memanggil instansi terkait seperti Camat Kecamatan Mandoge, PJ Kades Gotting Sidodadi kadis BPPM, Kadis Pertanian, Kepala BPN, dan UPT Hutan 3 Kisaran untuk memberikan keterangan dan pendapatnya. Hadir pada RDP tersebut Ketua Kelompok Tani Saudara Tani bernama Marudut Sihotang didampingi pengurus teras kelompok Tani Saudara Tani juga ketua DPP GM PPMA Khairul Anhar Harahap serta jajarannya. Namun dari pihak pengusaha Hadi Ismanto atau yang mewakili tidak tampak pada RDP tersebut. Awal berjalannya RDP Pimpinan sidang meminta berkas atau dokumen yang menjadi persoalan antara kelompok tani dengan pengusaha yang dalam hal ini diserahkan langsung oleh Ketua Ketua DPP GM PPMA didampingi ketua kelompok Tani diserahkan langsung kepada pimpinan komisi A Bapak Syaddat Harahap. Dalam penjelasannya dari pihak Dinas perizinan atau BPPM menjelaskan bahwa dari dalam 2 aplikasi perizinan yang ada tidak menemukan nama Hadi Ismanto atau aseng apalagi dlm bentuk perusahaan PT atau sejenisnya, sehingga Intansi ini tidak mengenali nama Hadi Ismanto dalam pendaftaran atau perizinan yang ada. Kemudian dari BPN tidak mengetahui sepenuhnya nama pengusaha yang memiliki lahan bersertifikat atas nama Hadi Ismanto ataunama yang mungkin mirip tetapi objek lahan nya yang berbeda sehingga perlu pendalaman, dan pengkajian ulang atas lahan hutan yang dimaksud. Pihak BPN Meminta jika ada sertifikat atas nama Hadi Ismanto atau foto copinya untuk ditelaah lebih dalam apakah lahan yang dimaksud masuk dalam kawasan hutan atau tidak.Dan dalam Pencarian sementara diaplikasi BPN tidak ada nama Hadi Ismanto. Penjelasan UPT Kehutanan 3 Kisaran bahwa Belum pernah mengambil koordinat yg disengketakan masuk kawasan hutan atau tidak sehingga perli pendalaman kembali. Izin pengelolaan hutan belum pernah ada diberikan kepada saudara Hadi Ismanto atau Badan Usaha miliknya. Sementara penjelasan dari Camat Mandoge keberadaanb lahan yang disengketakan sudah berjalan cukup lama Keberadaan tanah benar di gotting sidodadi, 420 H. Sdh pernah di mediasi, tetapi Pihak Hadi Ismanto tidak pernah hadir. Terakhit Menurut pimpinan Komisi A Dalam RDP ini saudara Hadi Ismanto tidak hadir sulit untuk membuat keaimpulan dan pada akhirnya Kesimpulan sementara belum ada kejelasan akan ada RDP lanjutan. Beliau juga berharap agar persoalan ini cepat selesai agar masyarakay Desa Gotting Sidodadi dapat mengetahui siapa sebenarnya pemilik lahan atau masih status Hutan. Jika status Hutan maka akan dilihat register dan titik koorsinatnya, beliau berharap jika ini status hutan akan dikembalikan ke Negara. Adanya indikasi surat sertifikat Hak Milik atau SKT camat dalam kawasan hutan agar segera dibatalkan. Dari keterangan beberapa pengurus Kelompok Tani, diharapkan persoalan ini cepat selesai karena ada nama masyrakat Desa Gotting Sidodadi yang digunakan dalam kepemilikan laham yang tiap tahun harus membayar PBB sementara mereka tidak merasa memiliki yang saat ini lahan tersebut sudah ditanami Kelapa sawit.(HS)