Sadis., Seorang Bapak Saat Menggendong Cucu Dikeroyok Sampai Meninggal Dunia Karena Mempertahankan Kebenaran

JAWA TIMUR - Namanya SALIM KANCIL, seorang petani kecil 46 tahun dari Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Sabtu pagi itu, 26 September 2015, ia sedang menggendong cucunya bermain, dari kejauhan sorak provokasi kebencian dan ancaman terdengar makin jelas tatkala puluhan orang mendekat ke rumahnya dengan membawa berbagai senjata tajam. Semua bermula dari aktivitas Salim Kancil memperjuangkan lahan pertanian yang menjadi penghidupannya dari kerusakan tambang pasir ilegal. Salim Kancil sempat berharap pada sang Kades pemimpin desa, namun sang Kades nyatanya termasuk komplotan pendukung tambang, yang menikmati keuntungan tambang ilegal meskipun warganya menderita. Hari itu Salim Kancil menghembuskan nafas terakhirnya setelah diikat, diseret dikeroyok, dipukuli dan dianiaya tanpa ampun oleh preman suruhan Kepala Desanya sendiri, pejabat yang seharusnya melindungi warganya. Kisah Salim Kancil adalah potret dari berbagai konflik lingkungan. Kita bisa lihat di berbagai tempat, dari Toba, Batang, Kinipan, Kendeng, Wadas, Sangihe, hingga Papua. Ketika uang besar bermain dengan kekuasaan, orang-orang kecil seperti Salim Kancil selalu dicoba dikalahkan dengan berbagai cara. Dibungkam dengan teror, ancaman, kriminalisasi, hingga tindakan kekerasan. Semua itu agar orang-orang kecil ini takut dan berhenti bersuara, semua itu agar kita diam. Salim Kancil hanya seorang petani kecil, sekolah pun kabarnya ia tidak pernah mengenyamnya, namun keberaniannya dalam berjuang menggetarkan kita semua. Ia berani melawan ketidakadilan, ia berani melawan kecurangan, ia berani melawan pengrusakan lingkungan meskipun harus dibayar mahal dengan nyawanya. Karena ia tahu pasti bahwa tambang akan membawa kehancuran bagi masa depan lingkungan dan keluarganya. Salim Kancil mengajarkan kita bahwa tidak peduli seberapa besar yang dilawan, seberapa kuat yang berkuasa, tak ada yang bisa mengalahkan sebuah keberanian dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Yang perlu dilakukan hanyalah bersuara. Jangan kita biarkan ada Salim Kancil berikutnya menjadi korban, sebab satu saja sudah terlalu banyak. [ RED ]