Faktor Penghambat Perempuan Dalam Politik, Dan Harapan Untuk Perempuan Indonesia Di Pemilu 2024

Faktor Penghambat Perempuan Dalam Politik, Dan Harapan Untuk Perempuan Indonesia Di Pemilu 2024
Faktor Penghambat Perempuan Dalam Politik, Dan Harapan Untuk Perempuan Indonesia Di Pemilu 2024
Bandar Lampung,- metronusantaranews.com - Suara Perempuan sangat berpengaruh untuk setiap kebijakan yang dibuat, terlebih di negara yang mempraktikkan demokrasi. Kebijakan yang dibuat akan sarat pandangan atas kebutuhan rakyat. Partisipasi perempuan membantu mencegah terbitnya peraturan yang diskriminatif sehingga memacu kesetaraan gender. Keterwakilan perempuan juga dapat berpengaruh dalam memunculkan beragam solusi untuk isu-isu dari kebijakan yang sedang dipertimbangkan. Kebijakan yang dibuat dengan mementingkan aspek kesetaraan, baik dari substansi maupun komposisi pembuatnya, akan memberikan efek domino positif bagi aspek lainnya seperti pembangunan sumber daya manusia. Miris rasanya ketika berita viral di banyak media sebagian besar ialah perempuan. Kasus pembunuhan dan mutilasi yang menjadi perbincangan akhir-akhir ini, korbannya ialah perempuan. Seperti kasus kekerasan seksual yang dialami para santriwati di sebuah pondok pesantren di Tulang Bawang Barat, Lampung, dugaan pelecehan oleh seorang pemimpin pesantren kepada ustazah dan santrinya. Kemudian, kasus KDRT yang banyak dialami oleh beberapa perempuan baik di Lampung pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Kerentanan perempuan menjadi korban kekerasan, bahkan pembunuhan akhir-akhir ini harus disoroti dengan serius di tingkat yang lebih tinggi. Apabila lebih banyak perempuan yang terpilih menjadi anggota Legislatif /parlemen, kemungkinan pengaruh kesetaraan gender dalam setiap kebijakan yang dirancang dan disahkan akan lebih tinggi. Upaya tersebut tidak dapat terealisasi jika calon legislatif dari kaum perempuan yang bertarung dalam Pemilu 2024 lebih rendah daripada 2019. Maju menjadi calon anggota legislatif dapat menginspirasi perempuan lainnya untuk percaya diri, bahwa perempuan juga berhak sejajar dalam menggunakan hak untuk dipilih. Perempuan yang memiliki hak memilih juga bisa mendapatkan banyak pilihan calon legislatif perempuan untuk dipilih. Hal itu memberikan motivasi agar perempuan bisa menguatkan sesama perempuan. Perempuan tidak akan lagi dianggap lemah, ataupun menganggap dirinya sendiri lemah. Faktor Penghambat Perempuan Dalam Politik Alih-alih memiliki kesadaran politik, perempuan masih dilekatkan dengan kegiatan domestik rumah tangga. Perempuan diberi stereotipe harus segera menikah, harus bisa memasak, punya anak, dan mengurus rumah tangga. Budaya patriarki di Indonesia masih begitu kental. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Posisi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, termasuk politik. Faktor ekonomi juga saling terkait dengan budaya patriarki. Kecilnya kemungkinan perempuan untuk terpilih membuat perempuan enggan untuk berpartisipasi karena belum tentu apa yang diusahakan 'balik modal'. Perempuan juga sebagian besar tidak mandiri secara ekonomi sehingga tebersit untuk berpolitik pun tidak ada. Secara psikologis, belum semua perempuan memiliki kepercayaan diri untuk berpolitik. Politik yang dianggap kotor dan penuh intrik membuat perempuan merasa tidak cocok untuk berada di sana. Dominasi laki-laki juga membuat perempuan merasa inferior. Benih kepercayaan diri itu berbanding lurus dengan terpelajarnya perempuan. Karena itu, pendidikan tinggi bagi perempuan juga perlu didukung agar tercipta kesadaran berpolitik. Indonesia saat ini tidak memiliki partai politik perempuan, atau partai yang berorientasi terhadap isu-isu yang terkait dengan perempuan. Sejarahnya pernah ada partai perempuan di Indonesia yang mengikuti Pemilu 1955. Partai itu bernama Partai Kebangsaan Indonesia Wanita (Parki). Namun, minimnya pemilih pada saat itu membuat Parki memutuskan untuk kembali kepada haluan awal mereka menjadi Paguyuban Pasundan pada 1959. Beberapa negara di dunia memiliki partai perempuan atau partai yang berorientasi kepada isu perempuan. Misalnya Korea dengan Women’s Party, Filipina dengan Gabriella Women’s Party, dan Turki dengan Kadin Partisi. Dengan 49,5% populasi perempuan Indonesia, rasanya perlu ada minimal satu gerakan perempuan yang satu visi dalam politik berbentuk partai politik perempuan agar perempuan dapat menunjukkan kekuatan untuk memanfaatkan hak politik mereka dan dipilih menjadi wakil rakyat guna memperjuangkan hak-hak perempuan lainnya di lembaga legislatif. Penulis optimistis bahwa nanti akan ada partai perempuan mengikuti kontestasi pemilu di Indonesia walaupun terlambat untuk Pemilu 2024. Harapan Untuk Perempuan Indonesia Di Pemilu 2024. Agama dan politik dianggap sebagai dua sisi koin yang berbeda. Bahkan, ada larangan untuk membicarakan politik di tempat ibadah. Padahal, harusnya bisa sebagai tali yang menguatkan satu dan lainnya dalam arti positif. Pemahaman perempuan tentang sistem politik Indonesia di pedesaan dapat masuk melalui doktrin agama. Misalnya, agama Islam, tidak ada kecaman bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik dalam Al-Qur'an ketika kita dapat mengambil hikmah dari kisah Ratu Balqis dengan Nabi Sulaiman pada surah An-Naml ayat 29-44. Kiranya, penceramah atau pemuka agama dapat mengerti bagaimana pentingnya perempuan untuk sama-sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan menyerukan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Salah satunya membela hak-hak kaum perempuan dengan menggunakan hak politik mereka. Kesadaran berpolitik bagi perempuan perlu dibentuk dari pendidikan. Misalnya, ketua kelas, ketua organisasi siswa intra sekolah, atau badan eksekutif mahasiswa. Para siswi diajarkan agar terlibat di dalamnya agar mereka terbiasa untuk memimpin dan memilih pemimpin. Kesadaran politik perempuan juga perlu dibangun dari tingkat terendah masyarakat. Misalnya, ketua RT atau RW atau lingkungan setempat agar tidak hanya bapak-bapak, tapi juga ibu-ibu bisa mencalonkan diri dan memimpin lingkup terkecil pemerintahan sebelum memimpin yang lebih besar. Partai politik, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat agar bersama mendukung perempuan untuk memberikan pemahaman perempuan tentang hak politik mereka. Pemahaman kesadaran berpolitik juga harusnya bisa dirasakan merata oleh semua perempuan, tidak hanya profesi tertentu atau wilayah tertentu. Diharapkan juga, bakal calon yang akan maju nantinya diberi bekal khusus baik strategi maupun materi agar tidak ada alasan perempuan untuk tidak percaya diri dan sibuk untuk mencari materi. Demi pembangunan manusia di Indonesia yang lebih baik. Tinggal setahun menuju 2024, tetapi masih banyak pekerjaan rumah bagi para pemangku kebijakan agar dapat meningkatkan kualitas hidup manusia dengan kesetaraan gender dalam politik. Penulis berharap, foto-foto para srikandi Nusantara akan terpajang ramai di setiap alat peraga kampanye untuk bertarung memperjuangkan hak-hak perempuan. Nama-nama mereka akan memenuhi surat suara di Pemilu 2024. Mereka nantinya akan berargumen untuk mengarusutamakan isu perempuan di ruang sidang. Mereka juga akan mendengarkan keluhan-keluhan dan memberikan solusi bagi kesetaraan perempuan. Penulis; dr Hj Aida Sofina, Pembina Organisasi Perempuan Gham Baylam (Bacaleg DPRD Kota Bandar Lampung Dapil 3). (Tim)