Oknum DPRK Diduga Jarah Bantuan di Pendopo, Distribusi Bencana Aceh Utara Kacau Balau
MetroNusantaraNews.com, Aceh Utara - Kekecewaan publik Aceh Utara memuncak setelah mencuat dugaan keterlibatan sejumlah anggota DPRK Aceh Utara dalam tindakan yang disebut sebagai “penjarahan” bantuan banjir di posko utama Pendopo Bupati. Informasi ini disampaikan oleh seorang pejabat berwenang di lingkungan Pemkab Aceh Utara dan sontak mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif daerah.
Menurut pejabat tersebut, beberapa anggota dewan dari berbagai fraksi—baik partai nasional maupun lokal—diduga datang ke pendopo dan mengambil bantuan secara sepihak tanpa prosedur, tanpa koordinasi, dan tanpa persetujuan tim penanggulangan bencana. Aksi tersebut bahkan berlangsung secara terbuka.
Kepala Dinas Sosial serta Plt. Sekda Aceh Utara disebut tak mampu menghentikan tindakan itu. Upaya mereka untuk menegaskan aturan distribusi bantuan diabaikan, sehingga situasi di lokasi posko berubah kacau dan penuh tekanan politik.
Narasumber itu menyebut para anggota dewan datang menggunakan mobil double cabin hingga truk, seolah-olah pendopo adalah gudang pribadi. Bantuan tersebut kemudian diduga dibawa ke daerah pemilihan masing-masing, lengkap dengan aktivitas pencitraan personal, bukan atas nama pemerintah atau lembaga resmi penanggulangan bencana.
Yang lebih memprihatinkan, beberapa wilayah yang tidak terdampak banjir—seperti kawasan Simpang KKA Dewantara—ikut menerima bantuan, sementara daerah dengan dampak terparah seperti Langkahan justru belum tersentuh distribusi. Kondisi ini disebut menimbulkan ketimpangan yang memperburuk penderitaan warga di garis depan bencana.
“Bukan hanya dari pendopo. Tim Pemkab juga melaporkan adanya anggota dewan yang ikut mengambil bantuan dari kapal di Pelabuhan Krueng Geukuh. Kami tidak menyebutkan nama dan partai, tetapi perilaku sejumlah oknum inilah yang membuat distribusi ke titik-titik terdampak menjadi kacau. Masyarakat marah kepada pemerintah, padahal sumber masalahnya berasal dari tindakan lain,” tegas sumber tersebut.
Di tengah ribuan warga yang masih kekurangan pangan, air bersih, dan obat-obatan, dugaan penyalahgunaan jabatan ini memperlihatkan wajah paling kelam dari politisasi bencana. Bantuan yang semestinya menyelamatkan nyawa justru dijadikan panggung untuk kepentingan elektoral.
Narasumber itu meminta aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga lembaga pengawas pemerintah, untuk memperketat pengamanan bantuan dan mengambil langkah hukum jika ditemukan unsur pelanggaran.
Ia juga menilai perlu adanya intervensi dari Dinas Sosial Aceh dan Pemerintah Aceh untuk memastikan agar distribusi bantuan terpusat, transparan, dan tidak kembali diselewengkan oleh pihak mana pun.
“‘Penjarahan’ bantuan tidak boleh dibiarkan. Warga yang benar-benar terdampak harus menjadi prioritas, bukan korban dari ambisi politik segelintir oknum. Mengambil bantuan pemerintah lalu menyalurkannya atas nama pribadi adalah tindakan manipulatif dan merugikan masyarakat,” pungkas sumber terpercaya tersebut.(FAHRID)

Rosnita
