Dinkes Disorot, Direktur Ide@: Klarifikasi Bukan Ajang Pembenaran

Dinkes Disorot, Direktur Ide@: Klarifikasi Bukan Ajang Pembenaran

Metro Nusantara News - Sampang || Polemik pernyataan Dinas Kesehatan Sampang soal riwayat penyakit kusta di Pulau Mandangin terus bergulir, menyusul respon publik yang menilai penyampaian data tersebut justru membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya pulih.

Pernyataan itu disampaikan dalam forum resmi bersama Menteri Kesehatan RI, di mana nama Pulau Mandangin disebut secara eksplisit sebagai wilayah yang pernah menjadi lokasi pembuangan penderita kusta pada masa kolonial Belanda.

Direktur Indonesia Analysis Politic and Policy Consulting (Ide@), Samhari, S.Ip, menilai langkah Dinkes Sampang tidak hanya abai secara komunikasi publik, tetapi juga menegaskan kurangnya empati terhadap sensitivitas sosial masyarakat lokal.

“Kita sepakat data itu penting. Tapi menyampaikan data sensitif, apalagi terkait penyakit yang sarat stigma, tanpa mempertimbangkan implikasi sosial, adalah kegagalan komunikasi. Ini bukan sekedar soal akurasi, tapi soal nurani dan tanggung jawab moral,” tegas Samhari, Kamis (10/7/2025).

Menurut Samhari, klarifikasi yang disampaikan pihak Dinkes terkesan sekedar membela posisi institusi tanpa menunjukkan itikad tulus untuk mendengar suara masyarakat Mandangin yang merasa tersudutkan.

“Klarifikasi jangan dijadikan tameng pembenaran, yang dibutuhkan publik adalah pengakuan bahwa ada kekeliruan dalam penyampaian, lalu ditindaklanjuti dengan sikap rendah hati serta perbaikan cara berkomunikasi ke depan,” lanjutnya.

Samhari juga menyoroti tidak adanya pelibatan masyarakat lokal dalam pembahasan data tersebut sebelum disampaikan di forum tingkat pusat. 

Baginya, hal ini memperlihatkan pendekatan top-down yang masih menjadi penyakit lama dalam perumusan dan penyampaian kebijakan publik.

“Pulau Mandangin bukan sekedar angka dalam laporan, di sana ada kehidupan, martabat, dan harapan warga, menyampaikan narasi tentang mereka seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang inklusif dan bermartabat,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa penghapusan stigma terhadap wilayah dan penyakit tertentu tidak cukup hanya dengan “niat baik” dari pemerintah. 

Komitmen itu harus diterjemahkan dalam praktik komunikasi publik yang menyembuhkan, bukan justru membuka luka lama.

“Kalau pemerintah sungguh ingin mengeliminasi stigma, maka langkah awal yang paling mendasar adalah berhenti mengulang pola lama yang menyakiti, dengarkan warga, libatkan mereka, dan sampaikan pesan dengan empati,” tutup Samhari.

Sebelumnya, Dinkes Sampang berdalih bahwa penyampaian data kepada Menkes murni berdasarkan dokumen sejarah serta adanya dua kasus aktif yang kini sudah tertangani. 

Namun pernyataan tersebut justru memicu reaksi keras dari masyarakat, yang menilai hal itu menghidupkan kembali stereotip lama terhadap Pulau Mandangin, wilayah yang selama ini berupaya lepas dari cap negatif yang diwariskan sejarah.