Palembang - Ratna Juwita Nasution pemilik surat Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah/lahan 16.900 M. sebagai korban kasus dugaan pidana memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik oleh terdakwa Tjik Maimunah. Mempertanyakan keistimewaan terdakwa didalam persidangan dan kecewa dengan Majelis Hakim yang tidak detail atau greget dalam pertanyaan kepada terdakwa tentang penelusuran ke absahan surat SPH terdakwa.
Menurut Ratna Juwita Nasution diluar persidangan menjelaskan, bahwa dalam keterangan terdakwa di persidangan ini banyak sekali kejanggalan salah satunya, seperti ketika ditanya hakim, perbatasan tanah terdakwa, dijawab terdakwa berbatasan dengan anak kandungnya semua, dan berbatasan sebelah kanan kuburan, pengakuan terdakwa juga tanah kuburan adalah miliknya. Sementara tanah kuburan itu ada tanah pak Rahman, tanah kuburan itu tanah ibu Mursiyem.
“Dia tahunya tanah miliknya itu sebelah kuburan, padahal tanah kuburan itu adalah tanah pribadi ada yang punya, sedangkan di sebelah Barat tanah Saiful anak terdakwa, itu adalah kaplingan Baksir boleh lihat petanya di BPN, kami pernah lihat, kalau tanah kita pertama dari Anang AS yang dibeli oleh pak Mansyur Bin Ibrahim dan memberi kuasa penuh ke Mustopa Haribun dan kapling-kaplingkan, ditahun 80 diukur salah satu pembelinya adalah Rojak Bahtum, mereka ini sama dari Dinas Pendapatan Daerah, lantas pak Rojak Bahtum mengajak abang sepupu saya membeli tanah disitu, dan 52 kaplingan itu pemiliknya 35 orang,” aku Ratna, ditemui usai persidangan, Rabu (16/04/21).
Lanjut Ratna, sebelumnya terdakwa ini menggugat dirinya secara perdata, lalu terdakwa dinyatakan NO gara-gara terdakwa kurang pihak dan terdakwa tidak kenal siapa-siapa saja tetangga-tetangganya.
“Untuk hakim sendiri sangat disayangkan pertanyaannya kurang detail atau greget sedangkan jaksa sendiri sudah berani namun ada kekurangan sedikit, mungkin dia sudah terlalu banyak pertanyaan sehingga jaksa agak lupa, jaksa sudah jujur dan dia sudah menuntut yang sebenar-benarnya dan memberikan hak bagi orang yang di zolimi, pertanyaan itu tentang pemberian hibah Tjik Maimunah diberikan kepada RT 68 Ansori, atas tanah Ex Erpah yang dia pegang padahal diberkas ada,” ungkap Ratna.
Masih menurut Ratna, kasus ini bermula dari terdakwa Tjik Maimunah menggugat lahan korban Ratna Juwita Nasution, secara perdata, dari tinggat Kasasi sampai PK selalu dimenangkan pihak Ratna Juwita.
“Saya kecewa sepertinya terdakwa ini di istimewakan, dari awal persidangan ini tidak pernah mengungkap ke absahan kepemilikan tanah, seperti tertuang di SPH terdakwa. Apabila ada orang yang membawa surat yang lebih otentik yang disahkan oleh negara yaitu BPN dan letaknya pun sudah diakui BPN melalui pengukuran lahan tersebut tahun 1979, kami akan mengembalikan tanah tersebut. Akibat timbulnya SPH 2012 diatas SHM 1978 berakibat lahan menjadi tumpang tindih kepemilikan lahan antara pelapor (korban Ratna, red) dan pihak terdakwa Tjik Maimunah,” pungkas Ratna.
Sementara Terungkap didalam persidangan Rabu (16/06/21) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Toch Simanjuntak SH MHum, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kiagus Anwar menanyai terdakwa Tjik Maimunah, bahwa terdakwa tinggal dilahan tersebut pada tahun 1960, surat SPH nya kenapa baru dibuat tahun 2012. “Asal usul tanah tersebut dari mana”, dijawab terdakwa “Saya menggarap saja,” jawab terdakwa Tjik Maimunah.
Diperjelas JPU, bahwa selama terdakwa tinggal disitu ditanami apa saja dan apakah terdakwa beralamat disitu, dan terdakwa mengaku tinggal disitu sejak sejak tahun 1960 namun KTP terdakwa beralamat di Bakaran.
Selain itu JPU menanyakan terdakwa, apakah terdakwa membuat surat pernyataan dalam pembuatan SPH, dan menanyakan di RT berapa letak tanah tersebut, menurut kesaksian saksi Ratna Juwita, tanah tersebut terletak wilatah RT 68 Ketua RT nya pak Ansori, apakah terdakwa mengenalnya.
Pertanyaan JPU ini di sangkal terdakwa, “Saya tidak kenal,”jawab terdakwa. Lalu JPU pertanyakan “Bukannya ibu kenal di tahun 2010 mendatangi RT Ansori untuk menyuruh membuat SPH,” ungkap JPU, hal ini juga ditepis terdakwa.
Ketika ditemui diluar persidangan terdakwa Tjik Maimunah melalui Penasihat Hukumnya Tities Rachmawati SH, mengatakan terhadap dakwaan Penuntut Umum tersebut, yang menyatakan terdakwa membuat surat palsu atau memalsukan surat sudah tidak bisa dibuktikan. Karena terdakwa sendiri mengatakan bahwa objek tanah itu sudah dikuasainya sejak tahun 60, dengan dia membuka hutan dan ketika menerbitkan SPH tersebut melalui proses yang diatur dengan undang-undang, yaitu pendaftaran RT Lurah Camat, dan itu sudah diperiksa petugasnya. Dan terdakwa mengatakan Sertifikat Ratna Juwita itu ada di 8 Ulu. Bukan di 16 Ulu dan proses pemecahan sertifikat bukan berada di 16 Ulu itu heran.
“Tidak ada pemalsuan disini sebenarnya itu tampak dikarang-karang dan penuh dengan rekayasa, pengajuan saksi diluar berkas dan terlihat jaksa itu tidak professional. Jaksa yang bukan diatur oleh KUHAP, dan kami akan mengajukan saksi Ad-Chart,”tukas Titis.
Menanggapi Penasihat Hukum menyatakan Jaksa tidak professional karena menghadirkan saksi diluar berkas, JPU Kiagus Anwar SH, menjelaskan. Hal itu konteknya lain, dulu dalam hal penyidikan harus mempunyai 2 alat bukti sedangkan di dalam persidangan itu diatur di KUHAP. Kemarin sudah disampaikan pada Pasal 160 ayat (1) huruf a KUHAP dalam hal pemeriksaan apabila ada hal yang memberatkan atau meringankan pada terdakwa sampai perkara itu belum selesai Ketua Majelis Hakim wajib mendengar keterangan tersebut.
“Jadi sekalipun dari penasihat hukum untuk menghadirkan yang meringankan sebanyak-banyaknya, jaksa pun tidak bisa keberatan itu dibolehkan dan begitupun sebaliknya kita untuk menghadirkan saksi lagi, boleh selagi perkara itu belum selesai, kita akan mengajukan dua orang saksi yang memberatkan terdakwa, yakni Rojak Bahtum dan saksi ahli akan kita hadirkan orang BPN, nanti kita lihat perkembangannya,”tegas Kiagus Anwar.
Sekedar mengingatkan dalam dakwaan JPU Kiagus Anwar SH, diketahui pada tangga 14 Juni 2012 terdakwa Tjik Maimunah menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu.
Terdakwa mengajukan SPH atas namanya kepada Lurah 16 Ulu dan Camat SU II seolah-olah mempunyai sebidang tanah yang terletak di Jalan Pertahanan RT.053 RW 012, Kelurahan 16 Ulu, Kecamatan SU II tanpa disertai surat/dokumen bukti hak pemilikan yang sah. (Jaja Atmaja)