Tengku Muda, Tokoh GAM Wakil Ishak Daud : Revisi UUPA Melemahkan MoU Helsinki, Pemerintah Harus Belajar Menepati Janji

MetroNusantaraNews.com, Aceh Timur – Tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peureulak, Tengku Muda, yang juga dikenal sebagai wakil almarhum Ishak Daud, dengan tegas menolak wacana revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Menurutnya, langkah tersebut justru melemahkan substansi kesepakatan damai antara Republik Indonesia dan GAM yang telah dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki tahun 2005.
“UUPA tidak perlu direvisi. Yang harus dilakukan adalah menjadikan poin-poin MoU RI-GAM sebagai undang-undang yang mengikat di Aceh. Itu sudah jelas tertuang dalam perjanjian, bahwa selambat-lambatnya Maret 2006 kesepakatan harus dijalankan. Tetapi sampai hari ini, sudah dua dekade berlalu, banyak yang diabaikan,” kata Tengku Muda saat dimintai tanggapan di Aceh Timur, Sabtu (20/9/2025).
20 Tahun MoU Helsinki, Janji yang Tak Kunjung Tuntas
Tahun ini genap 20 tahun sejak ditandatanganinya MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan GAM pada 15 Agustus 2005. Perjanjian tersebut membawa harapan besar bagi rakyat Aceh untuk hidup damai setelah puluhan tahun dilanda konflik bersenjata. Namun, menurut Tengku Muda, banyak janji yang tak ditepati pemerintah pusat.
“Berulang kali pemerintah Indonesia tidak menepati janjinya. Kalau tidak sanggup, jangan berjanji. Rakyat Aceh tidak sebodoh yang Anda pikirkan. Tidak semua orang Aceh bisa dibodohi seenaknya,” tegasnya.
Ia menilai, wacana revisi UUPA hanyalah cara halus untuk mengurangi substansi MoU Helsinki, bukan memperkuatnya. “Mereka lebih memilih mengkhianati rakyat Aceh daripada menepati janji yang sudah ditandatangani. Indonesia tidak rela Aceh merdeka, tapi kenapa sampai hari ini rakyat Aceh masih terus merasa dijajah dan dikhianati?” ujarnya.
Dana Otsus dan Hasil Alam Aceh
Isu dana Otonomi Khusus (Otsus) juga kembali mencuat menjelang berakhirnya alokasi khusus untuk Aceh pada tahun 2027. Tengku Muda mengingatkan bahwa lebih dari Rp100 triliun sudah digelontorkan untuk Aceh sejak perdamaian, namun pemerintah pusat kerap mengungkit-ungkit penggunaannya.
“Apakah pemerintah lupa berapa ribu triliun uang Aceh yang diambil dari hasil minyak dan gas Arun, serta dari hasil bumi lainnya puluhan tahun? Kalau mau adil, kembalikan setengah saja dari hasil alam itu kepada rakyat Aceh. Dengan begitu, rakyat bisa hidup sejahtera, bahagia, dan menikmati hasil bumi sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, mempermasalahkan dana Otsus tanpa melihat sejarah panjang eksploitasi kekayaan Aceh adalah bentuk ketidakadilan yang nyata.
Pesan untuk Pemerintah Aceh dan DPR Aceh
Tengku Muda juga menyoroti sikap elit politik lokal yang dinilainya kurang serius memperjuangkan kepentingan rakyat Aceh. Ia mengingatkan agar DPR Aceh tidak hanya fokus pada dana aspirasi untuk kepentingan pribadi, tetapi kembali ke semangat perjuangan MoU.
“Kami dulu berjuang dengan taruhan nyawa tanpa imbalan apapun. Tujuan kami jelas: rakyat Aceh bisa hidup sejahtera dan merdeka dari tekanan siapa pun. Namun kenyataannya, konflik berakhir dengan perdamaian yang banyak tipu-tipu,” ungkapnya.
Ia menyatakan dukungannya terhadap rencana Gubernur Aceh yang berupaya meminta dana abadi untuk mantan kombatan GAM. Menurutnya, hal ini bisa menjadi bentuk penghargaan atas pengorbanan para pejuang, sebagaimana pejuang DI/TII yang hingga kini masih mendapatkan hak veteran.
“Semoga rencana itu benar-benar diwujudkan, agar kawan-kawan kombatan bisa menikmati sedikit hasil dari perjuangannya,” katanya.
Belajar dari Sejarah, Hormati Pengorbanan Nyawa
Tengku Muda menegaskan, pemerintah Indonesia seharusnya menghargai pengorbanan ribuan nyawa yang melayang selama konflik—baik dari prajurit Indonesia, kombatan GAM, maupun masyarakat sipil.
“Hargailah nyawa yang sudah berjatuhan. Jangan hanya melihat dari sisi politik dan ekonomi, tetapi lihatlah penderitaan rakyat yang begitu lama merasakan duka,” katanya.
Perjuangan Kebenaran
Di akhir pernyataannya, Tengku Muda menyerukan agar para pemimpin Aceh tidak takut memperjuangkan kebenaran.
“Berdirilah tegak membela kebenaran dan keadilan. Allah pasti berpihak pada yang benar. Jangan takut kehilangan jabatan gara-gara memperjuangkan kebenaran. Semua jabatan hanya sementara. Yang harus kita takutkan hanya Allah, Sang Penguasa dunia dan akhirat,” Tuturnya.(FAHRID)