LSM Lapang Nilai Sekolah di Lamsel Tak Transparan Mengelola Dana BOS

LSM Lapang Nilai Sekolah di Lamsel Tak Transparan Mengelola Dana BOS
LSM Lapang Nilai Sekolah di Lamsel Tak Transparan Mengelola Dana BOS
Lampung Selatan,- metronusantaranews.com - LSM Lembaga Analisis Pemerhati Anggaran (Lapang) Provinsi Lampung menilai pengelolaan dana biaya operasional sekolah (BOS) selama ini tidak transparan karena tidak pernah dipublikasikan. Hal itu dinilai telah melanggar UU dan peraturan menteri. Lapang telah melakukan penelusuran selama beberapa bulan terakhir terhadap sejumlah sekolah yang ada di Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel). Selain survei, mereka juga melakukan kajian terhadap realisasi serapan penggunaan dana BOS. Hasilnya banyak ditemukan kejanggalan yang mengarah adanya dugaaan penggelembungan anggaran (Mark Up) hingga program fiktif. "Temuan kami menunjukkan belum ada sekolahan di Lamsel yang transparan mempublikasikan penggunaan dana BOS, termasuk kepada para wali muridnya. Padahal sekolah wajib mempublikasikan penggunaan anggaran tersebut," ujar Sekretaris DPP Lapang, Jhoni GS, SH, kepada awak media, Rabu, (10/05/2023). Jhoni mengatakan, sesuai UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi, sekolah adalah termasuk dalam kategori badan publik yang berkewajiban mempublikasikan anggaran yang dikelolanya baik yang berasal dari APBD, APBN, maupun swadaya masyarakat. Kewajiban serupa juga diatur dalam Permendiknas No 37/2010 tentang Juknis Dana BOS 2011 yang menyebutkan sekolah harus mempublikasikan dana BOS yang dikelolanya beserta peruntukan yang dimuat dalam rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS). "Pihak sekolah telah menyalahi peraturan perundangan. Pihak sekolah seharusnya bukan hanya sekadar menuntut haknya, seperti ketepatan waktu pencairan dana BOS dan sumbangan orang tua siswa, namun kewajibannya melaporkan pengelolaan dana juga harus dipenuhi," tukasnya. Bahkan, kata Jhoni, pihak sekolah sering terlambat menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS. Keterlambatan itu berdampak pada keterlambatan pencairan dana BOS periode selanjutnya. Selain itu juga menimbulkan kecurigaan, sebab jika laporan sesuai penggunaan seharusnya bisa dilakukan secepatnya. Temuan Lapang lainya, komite sekolah tidak dapat bekerja sesuai fungsinya sebagai pengontrol penggunaan dana BOS. Komite yang dipilih dan diangkat oleh pihak sekolah hanya menjadi alat legitimasi bagi kebijakan-kebijakan keuangan sekolah. Perihal dugaan mark up dana BOS dimaksud, Jhoni menyebut terjadi lantaran adanya beberapa item program yang dirasa janggal atau kurang atau kurang tepat. Ia mencontohkan, pengelolaan dana BOS di SMPN Satu Atap 1 Merbau Mataram. Pada TA 2022 sekolah merealisasikan anggaran sebesar Rp.272 juta lebih, yang dibagi dalam tiga tahap. Jhoni merinci, pada tahap 1 pihak sekolah mencairkan dana BOS sebesar Rp 81 juta lebih. Dimana, lanjut dia, pada tahap pertama tersebut ada beberapa item yang di duga di mark-up. "Sejumlah program yang di SPJ kan sekolah, yakni langganan daya dan jasa sebesar Rp 8 juta, pengelolaan sekolah Rp 20 juta, penerimaan siswa baru Rp 2 juta, dan pemeliharaan dan perawatan sapras sekolah Rp 17 juta. Dalam hal ini diduga terjadi mark up karena hasil penelusuran tim kami dilapangan, diperoleh keterangan dari berbagai sumber tidak ada aktivitas pemeliharaan sekolah saat itu, seperti rehabilitasi atau mengecat dan lainya," ungkapnya. Lebih jauh Jhoni memaparkan, pada tahap kedua yang diterima pada tanggal 21 Juli 2022 dicairkan sebesar Rp 109 juta lebih. Pun ada sejumlah item yang disinyalir telah di mark up, seperti langganan daya dan jasa Rp 7 juta, kegiatan asesmen/evaluasi pembelajaran Rp 10 juta, pengelolaan sekolah Rp 17 juta serta penerimaan siswa baru Rp 3 juta. Sama halnya di tahap 3 yang diterima pada tanggal 28 Oktober 2022 sebesar Rp 81 juta lebih. Sejumlah item pun diduga di mark up. Pada tahap ketiga ini, berdasarkan catatan Lapang, pihak sekolah mengalokasikan untuk langganan daya dan jasa sebesar Rp 1,6 juta, kegiatan asesmen/evaluasi pembelajaran Rp 19 juta, pengelolaan sekolah Rp 14,4 juta, dan penerimaan siswa baru Rp 2,7 juta. "Disini yang menarik, sekolah mencairkan penerimaan siswa baru disetiap tahapan pencairan dana BOS, padahal penerimaan siswa baru dilaksanakan bulan Mei atau juni. Jadi wajar kita menduga ini anggaran yang direalisasikan diluar bulan itu adalah program fiktif yang dilakukan Kepala Sekolah untuk mencari keuntungan pribadi," sebutnya. "Jadi kita meminta pihak Disdik dan Inspektorat Lamsel dapat menindaklanjuti temuan ini, kita siap jika diminta untuk memberikan bukti, data atau keterangan jika dibutuhkan, atau jika memang diharuskan nanti akan kita tindaklanjuti ke penyidik," ujarnya mengakhiri. Sayangnya hingga berita ini diturunkan Kepala SMP N 1 Satu Atap belum berhasil ditemui untuk dikonfirmasi.(Tim)