LASBANDRA Gugat Polres Bangkalan, Kasus Malpraktik Diduga Dibiarkan Mandek

Metro Nusantara News- Bangkalan || Dugaan malpraktik brutal di Puskesmas Kedungdung, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, memasuki babak baru. Kasus tragis terputusnya kepala bayi saat persalinan yang sempat mengguncang publik itu hingga kini tak kunjung menunjukkan perkembangan berarti, meski sudah hampir satu tahun berlalu. Polres Bangkalan dituding abai dan tidak transparan dalam proses penyidikan.
Alih-alih menjelaskan kepada publik, institusi penegak hukum itu justru terkesan menutup diri dan bersikap defensif. Kesan antikritik makin menguat ketika para pejabatnya enggan memberi penjelasan langsung ke media yang mempertanyakan progres kasus.
Kasatreskrim Polres Bangkalan, AKP Hafid Dian Maulidi, S.H., M.H., memilih diam saat dikonfirmasi media. Ironisnya, ia malah menyampaikan pernyataan sepihak melalui media lain, seolah ingin mengontrol narasi tanpa menjawab substansi kritik publik.
“Kalau tidak puas, silakan ajukan saksi ahli atau minta gelar perkara khusus di Polres, Polda, bahkan Mabes Polri,” katanya enteng, tanpa menyentuh satu pun poin penting soal kejelasan penanganan kasus.
Kapolres Bangkalan, AKBP Hendro Sukmono, S.H., S.I.K., M.I.K., pun tak banyak berbeda. Saat ditemui pada Rabu (11/6/2025), ia hanya menegaskan bahwa proses hukum berjalan sesuai prosedur, tanpa mengungkap secara rinci sejauh mana penyelidikan dilakukan.
Melihat stagnasi dan dugaan ketidakprofesionalan tersebut, Lembaga Swadaya Masyarakat LASBANDRA akhirnya melayangkan laporan resmi ke Propam Polda Jawa Timur.
“Mereka seperti kebal kritik, merasa paling benar sendiri. Padahal, fakta-fakta di lapangan menunjukkan banyak kejanggalan. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Sekjen LASBANDRA, Ach Rifai, usai menyerahkan berkas laporan di Mapolda Jatim, Minggu (7/7/2025).
Rifai menegaskan bahwa laporan ini mencakup dugaan pelanggaran etika dan penyalahgunaan wewenang oleh jajaran Polres Bangkalan dalam penanganan kasus yang menyangkut nyawa manusia tersebut.
Kini, bola panas berada di tangan Polda Jatim. Publik menanti, apakah lembaga penegak hukum di tingkat provinsi mampu bersikap objektif dan transparan, atau justru memilih bungkam seperti institusi di bawahnya.